Pengiriman pasukan perdamaian yang dilakukan Indonesia sudah terjadi beberapa kali. Kali ini Indonesia mengirim pasukan Garuda XXIII ke Libanon. Mereka sudah bertugas hampir delapan bulan. Bagaimana kondisi mereka dan apa saja yang dilakukan, Markas Besar TNI mengajak redaksi dan beberapa wartawan lain menengok dari dekat kegiatan pasukan Baret Biru ke Libanon dua pekan lalu.
Sebuah insiden yang nyaris fatal terjadi di Syekh Abbad Tomb, sebuah tempat di perbukitan Libanon Selatan, awal bulan ini. Tempat tersebut berada dalam wilayah operasi Pasukan Garuda XXIII-A Indonesia, yang tergabung dalam United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). UNIFIL adalah pengemban misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di negara itu.
Suatu siang, tiga pemulung warga setempat tengah mengais besi rongsokan yang berserakan di tempat ini. Untuk memotong besi yang akan dijual kembali itu, sejumlah peralatan, seperti pemotong besi dan alat las, mereka tenteng.
Sayangnya, tempat mereka mengais barang rongsokan itu merupakan bekas daerah latihan militer Hizbullah. Di tempat tersebut memang banyak terdapat reruntuhan bunker yang dibangun Hizbullah, kelompok Islam Syiah yang kini berkuasa di Libanon, saat berperang melawan Israel. Sudah tentu tempat itu belum lepas dari "pengamatan" Israel meski PBB sudah turun tangan.
Rupanya ketiga pemulung ini tak sadar mereka tengah berada di daerah rawan. Gerak-gerik mereka langsung terdeteksi radar Israel. Apalagi mereka membawa sejumlah peralatan yang mungkin dianggap "mirip" senjata. Alhasil, hanya dalam hitungan menit, sebuah pesawat tempur angkatan bersenjata Israel (Israel Defense Forces) melintas di atas kepala mereka untuk "melakukan pengawasan".
Tempat tersebut memang tidak jauh dari pagar besi yang dililit kawat berduri setinggi 3-4 meter yang membentang sepanjang 121 kilometer. Pagar itu memisahkan Libanon dengan Israel, dua negara yang selama bertahun-tahun terlibat konflik bersenjata. Tempat ini diberi nama Syekh Abbad Tomb karena di sana terdapat makam (tomb) Syekh Abbad, seorang ulama besar pelopor gerakan Syiah.
Makam itu sampai sekarang "diperebutkan" dua negara tersebut karena Israel juga mengklaim makam tersebut "dihuni" Rabi Rav Ashi, tokoh suci Israel. Konflik tersebut membuat makan "dibelah" menjadi dua bagian. Nah, tepat di sebelah makam itulah berdiri "angkuh" pos pengamatan Israel yang dilengkapi sejumlah alat pendeteksi canggih.
Selain mengerahkan pesawat, satu kelompok tentara Israel--yang setiap saat berpatroli--langsung bersiaga di balik pagar. Senjata pun siap digunakan untuk menghadapi kemungkinan "ancaman" dari ketiga orang itu.
Beruntung bagi ketiga pemulung itu, Pasukan Garuda XXIII-A yang bertugas di pos 8-33 Syekh Abbad Tomb, yang bersebelahan dengan pos Israel, segera ambil langkah untuk mencegah insiden yang tak diinginkan.
Dua buah panser jenis VAB berwarna putih dengan lambang PBB langsung "dikerahkan" untuk menghalangi mereka dari kemungkinan ancaman kekerasan tentara Israel.
"Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 menyatakan, salah satu tugas UNIFIL adalah melindungi penduduk sipil dari ancaman kekerasan," ujar perwira penerangan Kontingen Garuda XXIII-A, Mayor Muhammad Irawadi, kepada Tempo saat mengunjungi Libanon Selatan dua pekan lalu.
Ya, melindungi warga sipil. Itulah salah satu tugas utama Pasukan Garuda, yang telah lebih dari delapan bulan mengemban misi perdamaian di Libanon. Saat menjalankan tugas, berbagai risiko harus diambil. Terkadang "pagar badan" pun dibentuk agar warga sipil yang tak berdosa tidak menjadi korban.
Sumber: Tempo.co
Luar Biasa!! Prajurit TNI Jadi 'Pagar Hidup' Lindungi Warga Libanon Dari Serangan Israel
4/
5
Oleh
NDI