Minggu, 19 Maret 2017

Inilah Yontaifib Marinir: Pasukan Elit Marinir TNI AL Indonesia

IKLAN ATAS
IKLAN TENGAH
 Prajurit Yontaifib Marinir
Kelahiran Yontaifib Marinir berawal dari ide para petinggi KKO AL atau yang kini bernama Korps Marinir akan adanya satuan khusus berkualifikasi amphibious recon. Mereka ingin ada sebuah satuan khusus yang bisa dikirim untuk mengumpulkan data intelijen seputar kondisi aktual pantai yang akan menjadi sasaran operasi amfibi sebelum operasi pendaratan benar benar dilakukan.
Berkaca dari mahalnya operasi amfibi di luar negeri (dari sisi jumlah korban pasukan pendarat) dan pengalaman dalam Operasi Indra — operasi amfibi pertama KKO AL di pantai Indramayu kala menumpas DI/TII pada Maret 1953— maka kebutuhan akan adanya satuan Amphibious Recon ini memang terbilang mendesak.
Dalam Operasi Indra, gara-gara lokasi yang bakal didarati tidak disurvei, gerakan pasukan KKO terhambat kawasan pantai berlumpur sedalam satu meter diselingi hutan bakau yang lebat. Hambatan juga muncul oleh sebab pasokan air minum dari kapal logistik yang tidak lancar. Beruntung mereka tak mendapat perlawanan berarti dari gerombolan DI/TII.
Pengalaman tersebut dan pengalaman lain dalam operasi amfibi sepanjang dekade 1950-an tak pelak kian membuktikan bahwa KKO memang butuh unit intelijen tempur yang dapat disusupkan jauh hari sebelum pendaratan berlangsung. Apakah itu lewat laut atau dari udara. Meski tahapan pendidikan amfibi dan perang hutan (jungle warfare) telah lama diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Amphibi KKO AL Surabaya, tapi hingga penghujung tahun 1959 dimensi lintas udara belum ada tahapan pendidikannya.
Baru pada 1960 dua orang perwira marinir, Lettu KKO EWA Pangalila dan Lettu KKO Oentoeng Soeratman, dikirim ke Sekolah Para Komando Angkatan Darat (SPKAD) di Batudjadjar dan Wing Para 001/AURI di Lanud Sulaiman, Margahayu. Hasil yang diperoleh keduanya lantas dipakai sebagai landasan pengembangan dimensi para komando KKO AL. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1961 eksistensi satuan intai para amfibi diresmikan lewat Surat Keputusan Komandan KKO AL No.47/KP/KKO/1961 tentang berdirinya Kompi Intai Para Amphibi (KIPAM). Para pelopornya antara lain Moelranto Wirjohoebojo, Soemardi, Oentoeng Soeratman, dan Ali Abdoellah.
Kiprah KIPAM Marinir di Trikora dan Dwikora
 Prajurit Yontaifib Marinir dengan SMG. Sumber: Eric Ireng/JMP/Istimewa
Gagalnya negosiasi RI dengan Belanda dalam menentukan status wilayah Papua Barat mendorong dikumandangkannya Tri Komando Rakjat (Trikora) oleh Presiden Soekarno (19/12/61). Bersamaan itu pula dibuka Sekolah Intai Para Amphibi KKO AL (SIPAMKO) yang berada di bawah Pusat Pendidikan Amphibi KKO AL.
Dalam rangka Trikora itu pula, pada April 1962 rencananya dilancarkan operasi militer berkode Djajawidjaja. Sejumlah unsur pasukan elit ABRI dilibatkan, tak terkecuali KIPAM. Namun pertempuran hebat tak kunjung pecah. Malah konfrontasi RI dengan Belanda akhirnya dihentikan lewat Kesepakatan New York (18/8/62). Setelah sempat lima bulan in action di Bumi Cendrawasih, satuan KIPAM pun kembali ke markasnya di Surabaya.
Namun baru saja Trikora usai, RI kembali terlibat konfrontasi. Kali ini dengan Federasi Malaja (kini Malaysia) yang diproklamasikan PM Tuanku Abdul Rachman Putra (16/9/63). Presiden Soekarno menuding negara baru ini merupakan proyek kolonialis Inggris. Eksistensi Federasi Malaya juga ditentang oleh Filipina dan kelompok separatis Negara Kalimantan Utara (NKU).
Guna mendukung NKU, Soekarno pun mengumandangkan Dwi Komando Rakjat (Dwikora) dan mengirim para sukarelawan yang berintikan personel ABRI. Satuan KIPAM kembali dilibatkan dalam sejumlah operasi rahasia di wilayah perbatasan dengan Federasi Malaja. Kiprah KIPAM usai tatkala rezim Orde Baru dan Federasi Malaja meneken Kesepakatan Djakarta yang menyudahi konfrontasi tersebut (11/ 8/66).
Status Pasukan Khusus KIPAM Marinir

 Penembak runduk alias sniper Yontaifib Marinir

Di tengah kesibukan mengikuti banyak operasi militer, satuan yang punya semboyan Maya Netra Yamadipati ini tetap menyempatkan diri membina sumber daya manusianya. Sejumlah personil tetap dikirim berlatih ke Batujajar dan Margahayu. Beberapa lulusan terbaik kemudian direkrut menjadi instruktur Sekolah Para KKO AL. Pengiriman terakhir (150 orang) dilakukan pada tahun 1965. 100 orang siswa dipimpin Kapten KKO Marilaoe ke Margahayu dan sisanya ke Batujajar dipimpin Kapten KKO Djunaedi.
Akhirnya pada 10 November 1965 bertempat di kawasan Gunungsari (Surabaya) resmi berdiri Detasemen Pendidikan Para KKO AL dengan komandan pertama Major KKO EWA Pangalila. Institusi ini dibawah Komando Gabungan Pendidikan Para yang juga mendidik para personel ABRI di luar KKO AL. Penyematan wing para bagi para personil KIPAM dilakukan pertama kali dalam satu upacara yang dipimpin Menko/Kepala Staf ABRI Djenderal AH Nasoetion (08/12/65).

Dalam perkembangannya, KIPAM sempat mengalami beberapa perubahan nama. Mulai dari Batalyon Intai Para Amfibi (25/7/70), Satuan Intai Amfibi (17/11/71), hingga akhimya menjadi Batalyon Intai Amfibi Marinir (Yontaifibmar) yang berada di bawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir TNI AL. Belakangan Yontaifibmar ditempatkan di bawah Pasukan Marinir (Pasmar) 1 Armada Kawasan Timur sesuai dengan Skep Kasal No. Skep/08/m/2001 tanggal 12 Maret 2001.
Sejalan dengan pemekaran postur TNI AL yang dijabarkan lewat pembentukan Pasukan Marinir (Pasmar) 2 menyusul keberadaan Pasmar 1, maka otomatis ada dua Yontaifibmar. Masing-masing Yontaifibmar 1 Pasmar 1 yang berkedudukan di Kesatrian Sutedi Senaputra, Karang pilang (Surabaya) dan Yontaifibmar 2 Pasmar 2 di Kesatrian Brigade Infantri 2 Marinir, Cilandak (Jakarta).
Karena kemampuan dan ruang lingkup penugasannya khusus, maka pada tanggal 18 November 2003 dalam upacara di Kesatrian Sutedi Senaputra (Surabaya) kedua Yontaifibmar tersebut di atas disahkan jadi salah satu pasukan khusus di jajaran TNI AL mendampingi Komando Pasukan Katak lewat Surat Keputusan KSAL No. Skep/185 7/XI/2003.  
Tugas Pokok Yontaifib Marinir
 Prajurit Yontaifib Marinir
Kedua Yontaifib Marinir tersebut memiliki tugas pokok membina dan menyediakan kekuatan sekaligus membina kemampuan unsur-unsur amfibi maupun pengintaian darat serta bermacam tugas operasi khusus terutama sekali dalam rangka pelaksanaan operasi pendaratan amfibi.
Guna dapat menunaikan tugasnya, setiap personel Yontaifib Marinir dituntut memiliki kemampuan diantaranya daya tahan fisiknya prima, menguasai prosedur, teknik dan taktik dasar kemiliteran baik di tingkat perorangan maupun di tingkat kompi. Selain itu mereka harus mampu merencanakan sekaligus melaksanakan misi pengintaian amfibi pada setiap operasi amfibi di tingkat Batalyon/Brigade Tim Pendarat (BTP) dan misi pengintaian darat di tingkat Batalyon/Brigade Infanteri.
Ditambah juga harus sanggup melakukan pengamanan terhadap berbagai obyek vital dan tokoh/pejabat yang bernilai sangat penting (VIP). Bahkan jika dibutuhkan satuan Yontaifib Marinir dapat pula dilibatkan dalam operasi SAR biasa dan SAR tempur.
Organisasi tugas Yontaifib Mar bersifat khusus. Unit terkecilnya disusun dalam bentuk tim kecil beranggotakan tujuh orang personel. Sepanjang masa karirnya, Yontaifib Marinir telah kehilangan 12 orang dalam operasi Trikora/Dwikora, 10 orang dalam operasi di Timor Timur, dan satu orang di Tanah Rencong, serta selusin orang lainnya dalam berbagai tugas lainnya yang berskala lebih kecil.

Pendidikan Yontaifib Marinir

 
Operasi Yontaifib Marinir

Calon personel Yontaifib mar berasal dari prajurit Korps Marinir biasa yang sedikitnya telah berdinas selama satu tahun. Setelah berhasil lolos tes masuk yang tidak bisa dibilang enteng, mereka kemudian akan digembleng berbagai jurus ilmu prajurit khusus di Sekolah Peperangan Khusus Marinir, Surabaya selama sembilan bulan. Sebelum mencicipi materi latihan intai amfibi (taifib) yang sejati, para siswa terlebih dulu diasah kembali kemampuan dasarya sebagai prajurit komando dan digojlok lewat program latihan fisik gila-gilaan bertajuk Minggu Neraka (Hell Week). Jika seorang siswa bisa melewatinya, baru dia dijinkan ikut materi latihan selanjutnya.
Materi latihan inti taifib selalu berorientasi pada medan operasi yang mencakup tri media: darat-laut-udara. Materi latihan aspek daratnya cukup seabrek. Berintikan pada teknik dan taktik perang komando hutan ditambah program pelatihan lintas medan hingga sejauh 60 kilometer per hari. Selain itu para siswa juga dijejali materi latihan pengintaian yang mencakup patroli jarak jauh hingga masuk ke dalam wilayah musuh. Kawasan yang biasa dipakai antara lain ialah kawasan Karangtekok, Asembagus, dan Gunung Tumpang Pitu di Jawa Timur, serta Bande Alit dan Mera Betiri di Bali.

Tahap paling berat dalam latihan matra darat ialah tatkala seorang siswa dilatih untuk dapat bertahan andai tertangkap musuh dan disiksa secara keji dalam rangka proses interogasi. Jika mungkin, yang bersangkutan malah harus bisa meloloskan diri dengan berbagai macam cara. Termasuk dengan teknik bunuh senyap tangan kosong.
Sementara materi latihan aspek lautnya pun lumayan berjibun. Meliputi renang jarak jauh, selam tempur dan SAR, tehnik infiltrasi bawah air, demolisi dan sabotase bawah air, serta teknik pengintaian hidrografi. Dalam tahap ini para siswa diajarkan pula untuk sanggup melintasi perairan laut seganas apapun termasuk menembus tabir gelombang laut hingga setinggi 10 meter. Kawasan tempat latihan favorit ialah Pantai Pasir Putih, Pantai Gatel, dan Pantai Banongan (seluruhnya berlokasi di Jawa Timur).
Tak ketinggalan pula materi latihan aspek udara yang juga habis-habisan menguras tenaga. Berlokasi di kawasan Lanud Juanda, Pasuruan, dan Ujung Surabaya, santapan harian yang dinikmati oleh para siswa meliputi rapeling, air mobile, STABO, helly water jump, dan berbagai macam teknik terjun bebas. Dengan ini semua diharapkan seorang personil Yontaifib Marinir mahir dalam aneka tipe operasi lintas udara.

Selesai dengan itu semua, seorang siswa selanjutnya akan disuguhi materi latihan operasi gerilya dan anti gerilya. Lulus dari tahapan ini, dari siswa diharapkan adanya kemampuan menghadapi taktik gerilya yang dilancarkan para insurjen di daerah konflik. Sebaliknya, mereka juga diwajibkan jago melakukan bermacam tehnik sabotase terhadap obyek vital musuh, termasuk menculik petinggi musuh. Mengingat Yontaifib Marinir merupakan salah satu pemasok personel satuan lawan teror Denjaka, maka para siswa pendidikan taifib juga dibekali teknik dan taktik pertempuran dalam ruangan (close quarter battle) dalam rangka operasi pembebasan sandera.
Di penghujung program pendidikan, kepada tiap siswa yang lulus diberikan tanda kecakapan (brevet) tri media. Sebelum menerima brevet, seluruh siswa diharuskan mengikuti acara tradisi renang jarak jauh menyeberangi Selat Madura. Dalam hal perlengkapan, boleh dikata, segala senjata dan perlengkapan pendukung yang ada pada pasukan khusus lainnya juga dimiliki oleh Yontaifib Marinir. Perbedaan mungkin hanya dalam soal jumlahnya saja.

Sumber: HobbyMiliter
IKLAN BAWAH

Related Posts

Inilah Yontaifib Marinir: Pasukan Elit Marinir TNI AL Indonesia
4/ 5
Oleh